Hari Kesaktian Pancasila
Pada tanggal 30 September 1965, adalah awal dari Gerakan 30 September (G30SPKI). Pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis. Hari itu, enam Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh sebagai upaya kudeta. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka upaya tersebut mengalami kegagalan. Maka 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S-PKI dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila, memperingati bahwa dasar Indonesia, Pancasila, adalah sakti, tak tergantikan.
Filsafat "Kesaktian Pancasila"
Hal menarik lain yang perlu kita urai dan maknai adalah keterikatan dan kedekatan ke-Pancasilaan bangsa Indonesia dengan demokrasi Indonesia. Pasca Reformasi, dengungan demokrasi semakin menajam. Hangatnya semakin memuncak, bahkan tak jarang, demokrasi menuai nilai-nilai Hak Asasi yang pantas untuk diperjuangkan. Namun, ada beberapa hal yang perlu difikirkan lebih jauh, apakah Demokrasi di Negara Pancasila ini sudah memberi nilai positif dalam perkembangan bangsa kedepannya. Hal ini yang sepertinya di khawatirkan Moh. Mahfud MD dalam bukunya Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu (Raja Grafindo Persada; 2009).
Makna Kesaktian Pancasila
Tepat tanggal 1 oktober, kita kembali memperingati hari yang sangat krusial bagi terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia.
Mungkin kini banyak yang lupa atau bahkan melupakan hari kesaktian Pancasila, sebab seiring perkembangan teknologi dan informasi yang semain pesat, kita pun seakan terbius untuk melupakan sejarah yang sangat penting sebagai wujud terbentuknya dasar negara kepulauan, Indonesia.
Peringatan Kesaktian Pancasila ini berakar pada sebuah peristiwa tanggal 30 September 1965.
Makna Kesaktian Pancasila
Makna yang pertama Moralitas, sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa” mengandung pengertian bahwa negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang hanya berdasarkan kekuasaan negara dan penyelenggaraan negara pada legitimasi religius.
Makna kedua Kemanusiaan, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab, selain terkait juga dengan nilai-nilai moralitas dalm kehidupan bernegara.
Makna ketiga, Keadilan. Sebagai bangsa yang hidup bersama dalam suatu negara, sudah barang tentu keadilan dalam hidup bersama sebagaimana yang terkandung dalam sila II dan V adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa pada hakikatnya manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil.
Makna keempat, Persatuan. Dalam sila “Persatuan Indonesia” sebagaimana yang terkandung dalam sila III, Pancasila mengandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara berupa suku, ras, kelompok, golongan, dan agama. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi tetap satu sebagaimana yang tertuang dalam slogan negara yakni Bhinneka Tunggal Ika.
Makna kelima, Demokrasi. Negara adalah dari rakyat dan untuk rakyat, oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaan negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung makna demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam Pancasila adalah adanya kebebasan dalam memeluk agama dan keyakinannya, adanya kebebasan berkelompok, adanya kebebasan berpendapat dan menyuarakan opininya, serta kebebasan yang secara moral dan etika harus sesuai dengan prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seandainya nilai-nilai Pancasila tersebut dapat diimplementasikan sebagaimana yang terkandung di dalamnya, baik oleh rakyat biasa maupun para pejabat penyelenggara negara, niscayalah kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan secara nyata.